IF I STAY - GAYLE FORMAN




Penerjemah        : Poppy D. Chusfani
Editor                 : Dini Pandia
Jumlah halaman : 200 halaman.
Tebal                 : 20 cm


Mia Hall adalah seorang gadis yang beruntung. Dia punya Mum, Dad, dan si kecil Teddy yang menggemaskan dan ia bisa memainkan Cello. Tak hanya itu, Mia juga punya Adam Wilde, seorang rockstar yang sedang menanjak popularitasnya lewat band Shooting Star, yang sudah resmi menjadi pacarnya. Namun, sebuah kecelakaan tragis di suatu pagi yang dingin-musim-salju, merenggut kebahagiaannya. Dalam sekejap dia kehilangan Mum, Dad, dan Teddy. Bahkan, nyawanya pun dekat sekali jurang kematian.

Ketika raganya masih diusahakan untuk sembuh dari segala kerusakan yang ada, jiwa Mia berkelana. Dalam hitungan jam, Mia yang tak kasatmata menyusuri tiap sudut rumah sakit, menyaksikan orang-orang yang disayanginya menjadi panik, sedih, pasrah, dan tak percaya atas apa yang terjadi. Bahkan, hatinya pun seakan teriris sembilu ketika menyaksikan Adam berjuang untuk bisa masuk ke ruang perawatannya dan membuat janji yang akan mengubah segalanya.

Rasakan puncak kepiluan dari dua hati yang dipersatukan dengan dukungan sebuah keluarga yang harmonis namun dalam waktu singkat harus menghadapi cobaan hidup mahadahsyat dalam novel karya Gayle Forman berjudul If I Stay ini.



Setelah membaca novel ini sekilas mengingatkanku dengan The Lovely Bones yang mengambil premis yang sama walaupun pengemasannya beda. Tetapi secara keseluruhan aku lebih suka If I Stay, karena ceritanya lebih ngena, pesan moralnya lebih manteb dengan kehidupan nyata. Mengajarkan kepada kita bahwa kita hidup di dunia ini cuma sementara, maka dari itu kita seharusnya menikmati hidup, walaupun itu baik maupun buruk. Selain itu juga mengajarkan kita tentang pentingnya keluarga, bagaimana kalau kita kehilangan orang-orang yang kita sayangi.

“I realize now that dying is easy. Living is hard.”

Well done buat Gayle Forman yang bisa buat cerita sebagus ini hanya dengan menggunakan format waktu 24 jam. Cerita flashback kehidupan Mia bersama teman-temannya, keluarga, dan Adam pun menambah warna dalam novel ini. Kisah cinta Mia dan Adam tentu saja tidak berjalan dengan mulus. Mereka dihadapkan pada pilihan-pilihan yang akan menguji cinta mereka, tetapi rasa percaya dan kesetiaanlah yang mampu membuat mereka bertahan.

“Sometimes you make choices in life and sometimes choices make you.” 

            
Bagian yang paling menyentuh ketika orang-orang terdekatnya datang untuk menjenguk Mia di rumah sakit. Terlebih perjuangan Adam untuk dapat masuk ke ruangan Mia, tak peduli bagaimanapun caranya akan ia lakukan.

“Tidak apa-apa,” katanya. “Kalau kau mau pergi. Semua orang ingin kau tinggal. Aku ingin kau tinggal lebih daripada apa pun yang kuinginkan di dunia ini.” Suaranya tercekat emosi. Dia berhenti, berdeham, menarik napas, dan melanjutkan. “Tapi itu kemauanku dan aku bisa mengerti mungkin itu bukan kemauanmu. Maka aku hanya ingin memberitahumu bahwa aku mengerti jika kau pergi. Tidak apa-apa kalau kau harus meninggalkan kami. Tidak apa-apa jika kau ingin berhenti berjuang.”—Gramps (kakek Mia)
“Jika kau tinggal, aku akan melakukan apa saja yang kau inginkan. Aku akan berhenti main band, pergi bersamamu ke New York. Tapi jika kau ingin aku menghilang, aku juga akan melakukan itu. Aku tadi bicara dengan Liz dan dia berkata mungkin kembali ke kehidupan lamamu akan menyakitkan, bahwa mungkin akan lebih mudah bagimu jika menghapus kami dari kehidupanmu. Dan itu akan sangat menyebalkan, tapi aku akan melakukannya. Aku sanggup kehilangan kau seperti itu asalkan aku tidak perlu kehilangan dirimu hari ini. Aku akan melepaskanmu. Jika kau tetap hidup.”—Adam

Anyway, jangan lupa nyiapin tisu yang banyak karena hanya di awal cerita saja sudah menguras air mata. Sekuel novel ini, Where She Went sudah terbit dari dulu tapi belum sempat baca (ketinggalan jaman)

Filmnya bakalan tayang tahun ini, bagi yang belum nonton trailernya, lihat di bawah ini:






Rate: 4/5





Post a Comment

0 Comments